Rabu, 02 November 2011

kumpulan refrensi Asuhan Kepeerawatan Spiritual muslim (tugas DD WAROIS)

Asuhan Keperawatan IslamiPDFPrintE-mail
Written by Harif Fadhillah, SKp, SH.
Disajikan pada Seminar Al Qur’an, Sains Kedokteran dan Fiqih Keperawatan Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) Jakarta.
MUQADDIMAH
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke-arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah barang siapa beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musyafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat; dan orang-orang yang menepati janji apabila berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan (sakit) dan dalam peperangan (perjuangan). Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Albaqarah (2):177)

Ayat tersebut diatas merupakan motivasi utama Kelompok kerja keperawatan Islam dalam mengembangkan perawatan professional Islam , upaya tersebut adalah sebuah tanggung jawab moral  ummat muslim dalam menegakkan Islam dalam semua bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan, juga dalam rangka menegakkan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
Kebangkitan dakwah Islam di Indonesia pada akhir-akhir  ini menjadi fenomena  yang menarik untuk dibahas dan tampaknya semakin hari semakin marak. Hal itu dapat dilihat dengan banyakya kajian-kajian untuk mencari atau menghidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam semua bidang kehidupan : sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, kesehatan  termasuk keperawatan yang merupakan bagian integral dibidang kesehatan.
Sebagai anggota komunitas profesi perawat Kelompok kerja keperawatan Islam merasa terpanggil  untuk megembangkan keperawatan Islam di Indonesia, hal ini didasari pada keyakinan bahwa ummat Islam di negeri ini harus mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan  berqualitas sesuai dengan keimanannya sebagai seorang muslim sehingga mendapatkan kepuasan, Kepuasan ummat akan dapat dicapai apabila  pelayanan/asuhan yang diterimanya dapat menyentuh fitrahnya sebagai manusia. Nilai-nilai Islam secara universal sangat tepat di Integrasikan dalam asuhan keperawatan agar dapat  memperhatikan fitrah manusia dalam hal ini klien sebagai penerima asuhan melalui pengembangan asuhan keperawatan yang Islami yang merupkan inti dari Keperawatan Islam.
Keperawatan Islam digali nilai-nilai agama Islam dalam keperawatan dari sumber yang merupakan keyakinan umat Islam yaitu Alqur’an dan Hadist. Karena nilai-nilai Islam adalah universal maka untuk dapat mengembangkan Keperawatan yang Islami harus dimulai pada tataran falsafah atau keyakinan yang paling tinggi dalam profesi keperawatan yaitu “Paradigma Keperawatan Islam”.
Paradigma Keperawatan Islam adalah fenomena sentral  atau cara pandang profesi keperawatan yang mendasari profesi keperawatan, maka Paradigma Keperawatan Islam adalah sebagai acuan seluruh komunitas Keperawatan Islam di Indonesia baik dalam pelayanan kesehatan maupun dalam penyelenggaraan pendidikan keperawatan Islam.
PARADIGMA KEPERAWATAN ISLAM
Paradigma keperawatan Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan  profesi keperawatan yang melaksanakan sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam. Paradigma keperawatan Islam dibangun melalui empat komponen besar yaitu : Manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan serta keperawatan.
1.         MANUSIA DAN KEMANUSIAAN
Dasar Firman Allah: [QS. At-Tiin  : 4] [QS. Shaad  : 72] [QS. Al-Hijr  : 29] [QS : Al-Israa’ : 70] [QS : Al-Israa’ : 73-74]
Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terbaik bentuknya yang dimuliakan Allah, terdiri atas jasad, ruh, dan psikologis, dimana seluruh mahluk lainnya yang berada di langit dan dibumi ditundukan oleh Allah kepada manusia kecuali Iblis yang menyombongkan diri. Manusia di dalam Alquran diistilahkan antara lain dengan sebutan Al-Basyar Allah menjelaskan dalam ayat-ayat :[QS. Shaad  : 71] [ QS Al-Anbiyaa : 8 ] [ QS. Al-Mulk : 14 ] makna Al-Basyar adalah gambaran manusia yang diciptakan dari tanah dan secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, mendengar, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. An-Nas[ QS. Al-Hujurat  : 13 ] Makna An-Naas dalam Al-qur’an mengindikasikan bahwa manusia adalah mahluk sosial.

Komponen Manusia

Manusia sebagai salah satu mahluk ciptaan Allah terdiri atas beberapa komponen yang meliputi  jasad (fisik ), ruh, dan  nafs (jiwa).
Jasad (Fisik): [ QS. At-Tiin : 4 ], [ QS. Al-Anbiyaa : 8 ],[ QS. Al-Anbiya : 2] Komponen fisik adalah komponen jasad/bentuk, yang dapat makan dan minum, berjalan, mendengar, melihat, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya  seperti yang dijelaskan oleh beberapa ayat dalam Al-quran.
Ruh Allah berfirman dalam Al-Quran [ QS.  Shaad (38) : 72 ]
“Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya (manusia) dan kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendalah kamu (malaikat, jin dan iblis) tunduk dengan bersujud.”
Nafs (Jiwa) Allah berfirman dalam Al-Quran :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram .”[QS. Ar-Ra’d : 28 ]

Manusia juga dapat diterangkan dalam siklus kehidupannya melalui proses reproduksi hingga regenerasi, yang meliputi fase :  Pernikahan [Q.S Ar-Ruum:21], [Q.S. An-Nisaa’: 22-24], Kehamilan [Q.S. Al-Hajj : 5], Kelahiran, Nifas, Tumbuh kembang [Q.S. Luqman: 14], [Q.S. Al-Baqarah: 233], Kematian [Q.S Ali Imran : 185],
Berdasar peran dan fungsi  manusia diyakini sebagai khalifah dan hamba Allah, sebagai khalifah Allah di bumi, manusia diberi tugas untuk melaksanakan fungsi kemanusiaan dianataranya :
(1)     Memimpin dan mengatur bumi berdasarkan petunjuk dan peraturan Allah[Q.S Al-Baqarah: 30] , [Q.S. Al-Ahzab:72].
(2)    Memakmurkan bumi dan mengeluarkan potensi yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan umat manusia berdasarkan petunjuk dan peraturan Allah [Q.S Huud : 61].
(3)      Menyebarkan keadilan dan kemaslahatan [ QS. Al-Hadiid (57): 25 ], [ QS. Shaad (38) :26 ], [ QS. Al-Qasas (28): 77 ]
Sebagai hamba Allah yang diberi beban untuk beribadah kepada Allah semata, yakni ibadah yang mencakup seluruh aspek kehidupan, sebagai mana firman Allah :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-KU.” [ QS. Adz-Dzariat (51) : 56 ].
Dari uraian diatas tentang manusia sebagai khalifah dan hamba Allah, maka manusia dalam aspek keperawatan dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu manusia sebagai perawat dan manusia sebagai klien. Manusia sebagai perawat adalah mahluk ciptaan Allah yang paling mulia dan sempurna (terdiri dari jasad, ruh dan nafs) dan memiliki iman , ilmu dan mempunyai kewajiban untuk mengamalkannya bagi kemaslahatan umat. Manusia sebagai klien yang menjadi  fokus pelayanan keperawatan pada dasarnya adalah makhluk yang berpotensi secara aktif  menjadikan dirinya sebagai manusia yang sempurna, sebagaimana firman Allah :

“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah di anugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” [ QS. Al-Anfal (8) : 53 ].

2. LINGKUNGAN
Dasar ayat-ayat yang menjelaskan tentang lingkungan: [ QS. Al-Baqarah (2) : 164 ]
[QS. Al-Jaatsiyah (45) ; ayat 3, 4, 5, 6, 7  ], [ QS. Al-A`raf (7), ayat 54 ].
Allah menjelaskan kepada kita  bahwa alam semesta dan seisinya di ciptakan atas hak dan kehendak Allah SWT dan  di peruntukkan bagi manusia agar manusia bersyukur serta dapat mempelajari  alam semesta ini  guna memperkokoh keimanan dan ketaqwaan terhadap sang Maha Khaliq (Pencipta). Dan Allah juga mengancam manusia yang berdusta dan berdosa.
Betapa Allah telah menunjukkan  kepada manusia terjadinya siklus cuaca dan bagaimana hujan itu diturunkan kebumi dan bagaimana tumbuhan hidup yang tiada ain agar manusia dapat menggali dan mempelajari makna ayat-ayat Allah dapat kita simak pada  [ QS. Al-A`raf (7) ; ayat 57 ] [ QS. Al-A`raf (7); ayat 58 ].
Melalui ayat-ayatNy [ QS Albaqarah (2) : 60 ] [ QS Al-Baqarah : 11 ] [ QS Al-A’raaf : 56 ] [ QS. Muhammad (47) : 22-23 ] [ QS Al-Ankabut (29) : 36-37 ] Allah menegaskan baik buruknya kwalitas lingkungan akan berpulang kepada manusia yang mendiami muka bumi ini dan kemudian memanfaatkannya. Apabila manusia mampu memelihara lingkungan dengan baik maka akan baiklah kehidupan ini, begitupula sebaliknya jika manusia merusaknya maka malapetakalah yang akan menimpanya, seperti : bencana banjir, wabah penyakit-penyakit menular, polusi udara, dll.
Unsur lingkungan di bagi dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal meliputi genetika [QS. An-Nisa : 19]., struktur fungsi tubuh“Tiap jasad yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih utama bagunya.” (HR.  Tirmidzi), psikologis [ QS : Al-Israa’ : 73-74 ]
dan internal spiritual[QS.Asy-Syams  : 9-10], [QS. An-Nisa : 48-50] Sedangkan lingkungan eksternal adalah lingkungan disekitar manusia baik fisik [QS. Al-A`raf (7) ; ayat 57], [QS. Al-Anfal (8) : 11], biologis, [QS. Al-Jaatsiyah (45) ; ayat 3, 4, 5, 6, 7 ] [QS. At-Taubah :108], sosial  [QS. An-Nisa (4) : 1] [QS. Al-Hujarat (49) : 13] [QS. Al-Hujarat (49):10], dan spiritual [QS. Al-Baqarah (2) : 222], “Kebersihan itu adalah separuh dari iman.” (Hadits riwayat Muslim) “Terangilah rumahmu dengan shalat dan membaca Al-Qur`an.” (Al-Hadits)
Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan perilaku  manusia termasuk persepsinya   terhadap sehat-sakit. Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis dengan lingkunganya serta tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya tersebut. Tindakan kebersihan lingkungan (baik internal maupun eksternal ) adalah merupakan tindakan spiritual dan melestarikan kehidupan  yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat  adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya kotor tidak saja merusak keindahan tetapi juga dapat menimbulkan berbagai penyakit dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan.
Kebersihan harus diupayakan oleh manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya dalam rangka mewujudkan suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat, memelihara lingkungan baik internal maupun eksternal harus diupayakan untuk menciptakan nuansa yang Islami (spiritual) sebagai bagian dari perintah  Allah SWT.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam memandang lingkungan sebagai sesuatu rahmat yang diperuntukkan bagi manusia yang harus senantiasa dijaga, dipelihara dan dilestarikan untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia baik  individu , kelompok dan masyarakat sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. SEHAT DAN KESEHATAN
Ya Allah , ya Tuhan kami  berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Serta peliharalah kami dari siksa api neraka” [Al-Baqarah  (2) :201].
Islam mendorong ummat manusia yang beriman untuk mencapai sesuatu yang baik bagi mereka didunia dan di akhirat. Untuk mencapai  tujuan tersebut diperlukan ilmu dan amal saleh dan sebagai prasyarat yang harus dimiliki adalah sehat /kesehatan.
Sehat dan kesehatan dalam perspektif Islam
“Ingatlah , hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram” [QS. Ar-Rad :28].
“ Barang siapa sehat badannya, damai dihatinya dan punya makanan untuk sehari-harinya, maka seolah-olah dunia seisinya dianugerahkan kepadanya”. (Hadist riwayat At-Turmudzy dan Ibnu Majah)
Berpedoman pada hadist tersebut diatas maka sehat bukan hanya  bebas  dari rasa sakit dan cacat belaka. Sehat berabstraksi jauh lebih dalam lagi, yaitu berada dalam keadaan sejahtera, penuh rasa syukur atas nikmat Allah dalam aspek  jasmani, rohani dan sosial.
Manusia yang sehat adalah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya mampu. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Ia memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memfungsikan dirinya sebaik mungkin untuk beramal sholeh dan beribadat  serta menjadi rahmat bagi lingkungannya.
Upaya Kesehatan
Dalam Al-Qur`an maupun hadist, telah diperingatkan akan pentingnya memperhatikan kesehatan baik dalam konteks upaya  promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Beberapa dalil sebagi landasan upaya kesehatan adalah :
(1) Upaya promotif (QS: Al-Baqarah (2): 95 ).
“Ada dua kenikmatan yang sering dilalaikan orang, yaitu sehat dan waktu senggang”.
( HR. Bukhori dan Muslim )
Berdasarkan dalil tersebut di atas maka manusia dilarang merusak diri baik jasmani maupun rohani, dalam arti manusia wajib memelihara kesehatan dan meningkatkannya.. Dan uraian hadist tersebut dapat dipahami, janganlah kita mengabaikan kesehatan dan waktu senggang.
(2) Upaya Preventif [QS. At-Tahrim (66):6 ]

Berkaitan dengan upaya preventif dalam Al-Quran dan Al-Hadist dijelaskan sebagai berikut. “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.......”

“Perhatikanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara, yaitu :1. Masa hidupmu sebelum datang ajalmu, 2. Masa sehatmu sebelum datangnya sakit. 3. Masa lapangmu sebelum datangnya sempitmu, 4. Masa mudamu sebelum datangnya masa tua dan 5. Masa kayamu sebelum datangnya miskin.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
“Jika kamu mendengar berita ada wabah penyakit disuatu daerah, maka janganlah memasuki daerah itu. Dan jika kamu berada didalamnya, janganlah kamu keluar dari daerah itu.” (Al Hadits)
(3)  Upaya kuratif[QS. Asy-Syuara (42) : 80 ]
“Berobatlah kamu wahai manusia, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit tanpa menurunkan obatnya, kecuali penyakit tua (mati)” (HR. Ashabus Sunan)
(4) Upaya  rehabilitatif [ QS. Ar-Ra`du (13) :11]
“Berbuatlah untuk bekal duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya-lamanya dan beramllah untuk bekal akheratmu seakan-akan engkau mati besok pagi.” (Al Hadist)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajahmu dan hartamu, tetapi ia melihat hatimu dan amalmu”. (Al Hadist)
Dapat disimpulkan bahwa manusia harus memelihara keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi , antara jasmani dan rohani serta perlu adanya usaha pemulihan yang didasari niat yang sungguh-sungguh dan bekerja keras.
4. KEPERAWATAN
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil :”Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia  orang diantara orang-orang yang menyesal.” [QS. Al-Maidah (5): 31]
Dan orang-orang yang beriman , lelaki dan perempuan , sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf , mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya . Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. At-Taubah (9) : 71]

Dan ingatlah hamba-hamba kami : Ibrahim, Ishaq dan Ya`qub  yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” [ QS. Shaad (38):ayat 45]

“ Dan (ingatlah kisah) Ayub , ketika ia  menyeru Tuhannya : “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.” [QS. Al-Anbiyaa (21): 83]

Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” [QS. Shaad  (38): 41]

“ Dan ambilah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati  dia (Ayyub)  orang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-Nya .” [ QS. Shaad  (38): 44 ]
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. [QS Ali Imran (3) : 4].
“Barang siapa yang berkeinginan untuk diselamatkan oleh Allah dari bencana pada hari kiamat, maka bantulah orang yang dalam kesulitan atau hindarkan kesulitannya.” (HR. Muslim).
Keperawatan dalam Islam diyakini sejak tegaknya Islam
Zaman Nabi Adam, A.S
Sebagaimana dalam Al qur’an Allah berfirman :
Dari firman  Allah  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa terjadi awal mulanya          konsep perawatan jenazah. [ QS. Al  Maidah (6) : 31]
Zaman Nabi Ayub AS
Ketika nabi Ayub terkena penyakit kulit, istrinya bernama Siti Rahmah selalu merawat suaminya siang dan malam, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nabi ayub AS Siti Rahmah menukar gulungan rambut dengan empat potong roti. Setelah itu Siti Rahmah berkata : wahai Tuhanku sesungguhnya perlakuanku ini hanya karena taatku kepada suamiku dan untuk memberikan makan kepada nabi-Mu, maka telah saya jual gulungan rambutku. Nabi Ayub berdoa  kepada  Allah  agar penyakitnya di berikan kesembuhan. Firman Allah : [QS. Shaad (38) : 41].
Zaman Nabi Isa as
"( Ingatlah, ketika Allah menyatakan : " Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada Ibumu diwaktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia diwaktu masih dalam  buaian dan sesuadah dewasa; dan ( ingatlah ) diwaktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan ( Ingatlah pula ) diwaktu kamu membentuk dari tanah ( suatu bentuk ) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung ( yang sebenarnya ) dengan se izin-Ku. Dan ( ingatlah ) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah) diwaktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur ( menjadi hidup ) dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah ) diwaktu Aku menghalangi bani Israil ( dari keinmginan mereka  membunuh kamu ) dikala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: " Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata " [QS. Al-Maidah (5) : 110]
Zaman nabi Muhammad SAW
Pada saat nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Allah, banyak kaum wanita menarik suami untuk ikut berjuang dan berperang dan para wanita tersebut mengikuti perjalanan, selama perjalanan mereka tekun dalam memberikan pertolongan serta pengobatan kepada pasukan yang terkena luka dan sakit dalam peperangan. Adapun wanita yang berbai’at kepada Rasullah adalah :
Rubiyi binti Mu’awidz
Rubiyi adalah seorang sahabat wanita yang ikut serta meriwayatkan hadist dari Rasullah . Peran Rubiyi dalam peperangan dapat diketahui dari riwayat Imam Bukhori, Nasai dan abu Muslim Al Kajji yaitu bertugas memberi minum kepada mereka yang berperang, melayani mereka, mengobati yang terluka,serta membawa orang-orang yang gugur ke madinah
Umu Sinan Al-Aslamiyah
Umu Sinan adalah seorang mujahid wanita yang agung ia datang kepada Rasulullah ketika beliau hendak keluar ke Khaibar, lalu ia berkata : “ ya Rasulullah, bolehkah aku ikut keluar bersamamu dalam perjalanan mu ini ? Aku akan menuangkan air minum dan mengobati orang yang sakit dan terluka, Rasulullah mengizinkan umu sinan ikut serta dalam penaklukan khaibar “( Al-Wagidi dalam Al Maghazi : 687, dan At Thabaqat 8 : 214 )
Umu Ziyad Al Asyja-iyah
Umu Ziyad Al Asyjaiyah seorang, pejuang wanita yang tangguh, umu tersebut  dengan izin rasulullah ikut dalam penaklukan khaibar, bertugas untuk mengobati orang-orang yang terluka, menyiapkan makan dan minum.
Ku’aibah binti Sa’ad
Adalah seorang wanita yang cerdas, aktifitasnya tidak terbatas perannya pada waktu perang, bahkan ia mengobati orang yang sakit pada saat kapan saja, ia telah dibuatkan ruang khusus di masjid untuk mengobati orang-orang yang sakit atau terluka       (Thabaqat ibnu Sa’ad 8 : 213). Ku’aibah sebagai orang yang merintis jalan dalam dunia pengobatan dan kedokteran yang diberi gelas tokoh dan pakar medis
Umayah binti Qais Al Ghifariyah
Umayah bersama kelompok wanita bani Ghifar datang kepada rasulullah : ingin ikut berperang bersama ke khaibar, kami ingin mengobati orang-orang yang terluka dan membantu kaum muslimin sesuai dengan bidang dan kemampuan kami
Rufaidah Al-Anshariyah
Seorang wanita dari kabilah Asdam yang biasa mengobati orang-orang terluka yang tidak memiliki perawat ia mengobati orang-orang terluka di kemahnya, di sebagian ruang masjid nabawi.
Dalam kitab kumpulan syair Al-Ilyadzah Al islamiyah, penyair Ahmad Muharram menulis tentang  Rufaidah :
“Wahai Rufaidah, ajarkanlah kasih sayang kepada manusia dan tambahkan ketinggian harkat kaummu, ambillah orang yang terluka, dan sayangilah, berkelilinglah di sekitarnya dari waktu ke waktu bila orang-orang tidur mendengkur maka janganlah engkau tidur demi mendengar rintihan orang yang sakit
Bumi terus berputar, tahun pun silih berganti, namun kemah Rufaidah di Masjid Nabawi tetap menjadi contoh yang harum dalam pelayanan kesehatan pada permulaan Islam.
Dari risalah tersebut diatas menunjukkan bahwa Islam telah mengajarkan tentang keperawatan yang memberikan  pelayanan komprehensip baik bio-psiko-sosio-kultural maupun spiritual yang ditujukan kepada individu maupun masyarakat.  Pelayanan keperawatan berupa bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Keperawatan dalam Islam merupakan manifestasi dari fungsi manusia sebagai khalifah dan hamba Allah dalam melaksanakan kemanusiaanya, menolong manusia lain yang mempunyai masalah kesehatan dan memenuhi kebutuhan dasarnya baik aktual maupun potensial . Permasalahan klien dengan segala keunikannya tersebut  harus dihadapi dengan pendekatan  silaturrahmi (interpersonal) dengan sebaik-baiknya didasari dengan  iman, ilmu dan amal serta memiliki kemampuan berdakwah amar ma’ruf nahi munkar.

ASUHAN KEPERAWATAN ISLAMI

Allah berfirman :
“Dan orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebgaian yang lain. Mereka menyeruruh  (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya”. (Q.S. At-Taubah :71)
“…Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertawalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksa-Nya”.
(Q.S. Al-Maa-idah: 2) .
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. ( Q.S. Al-Israa’:7)
“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” (Q.S. Al-Qashash: 77)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (Q.S. Ali Imran:159)
Barang siapa yang berkeinginan untuk diselamatkan oleh Allah dari bencana pada hari kiamat, maka bantulah orang yang dalam kesulitan/hindarkan kesulitannya (HR. Muslim).
Tiada beriman seorang dari kamu sehingga dia menyukai bagi saudaranya apa yang dusukai untuk dirinya. (HR. Ahmad)
Ayat-ayat dan hadist di atas mendasari dari pelaksanaan asuhan keperawatan Islami yang diberikan oleh seorang perawat muslim, ditambah dengan riwayat-riwayat  wanita-wanita dizaman Rasulullah dalam melakukan perawatan, maka itulah yang sebenarnya konsep “Caring” dalam keperawatan Islam, bukan hanya asuhan kemanusiaan dengan lemah lembut  berdasarkan standar dan etika profesi, tetapi caring yang didasari keimanan pada Allah dengan menjankan perintahNya melalui ayat-ayat Alqur’an dengan tujuan akhir mendapatkan ridho Allah swt.
Asuhan Keperawatan Islami yang dikembangkan oleh Kelompok kerja Keperawatan Islam adalah pada tataran nilai-nilai yang Insyaa Allah akan dapat menjadi acuan pelaksanaan/Implementasi asuhan keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan Islami dapat dilihat sebagai suatu sistem  yang terdiri dari masukan, proses dan keluaran yang seluruhnya dapat digali dari nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
Masukan (input)
Dalam asuhan keperawatan masukan adalah segala sumber-sumber yang mendukung terjadinya proses asuhan keperawatan Islami. (1) Al-Qur’an dan Hadist sebagai keyakinan manusia yang beriman  (2) Manusia dalam  Paradigma keperawatan di jelaskan sebagai hamba dan sebagai khalifah; sebagai memimpin dan mengatur bumi ,memakmurkan bumi, menyebarkan keadilan dan kemaslahatan. Klien sebagai mahluk yang berpotensi secara aktif. Manusia juga sebagai mahluk yang mempunyai fitrah apakah sebagai perawat ataupunklien sebagaimana Allah berfirman :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “(Q.S. Ar ruum : 30).
(2) Lingkungan eksternal dan Internal serta lingkungan spiritual. Tatanan pelayanan kesehatan juga termasuk lingkungan yang harus disiapkan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan Islami. (3) Profesi Keperawatan yang merupakan manifestasi dari ibadah dan media da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
Proses pelaksanaan Asuhan Keperawatan Islami
a. Ihsan dalam beribadah
Bagi perawat muslim pemahaman dan pengamala terhadap rukun iman dan Islam belumlah cukup dikatagorikan dalam insan yang sempurna dalam pengamalan agamanya, jika belum menerapkan rukun iman dan islam tersebut didasari oleh perbuatan yang ikhsan.
Jika rukun iman kita ibaratkan sebagai pondasi dan rukun islam sebagai bangunannya, maka ikhsanul amal merupakan atapnya. Dalam sebuah bangunan yang utuh, atap berfungsi sebagai pelindung bangunan dari panas dan hujan yang menjaga agar bangunan tersebut tetap lestari, takl retak, dan berlumut karena panas dan hujan. Konsekuensi Ikhsan adalah bahwa perbuatan baik yang berkualitas akan melahirkan dampak berupa keuntungan-keuntungan kepada siapa saja yang melakukannya termasuk bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan bukan keuntungan yang bersifat segera tetapi ada landasan spiritual. Tuntunan ikhsan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentunya kami tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang beramal (bekerja) dengan ikhsan”. [QS Al Kahfi:30]
“Dan jika kamu semua menginginkan (keridhoan) Allah dan Rasul-Nya serta kebahagiaan akherat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja diantara kamu yang berbuat ihsan pahala yang besar”. [QS Al Ahzab : 29]
“Tidak ada balasan bagi ihsan kecuali ihsan juga”. [QS Ar Rohman : 60]
Ketika Jibril menyamar sebagai manusia :
“Wahai Muhammad … terangkanlah terangkanlah kepadaku tentang ikhsan!” Jawab Rasul : “Mengabdilah kamu kepada Allah, seakan kamu melihat Dia, jika kamu tidak melihat Dia, Sesungguhnya Dia melihat kamu (HR Imam Muslim)
Dampak Perbuatan Ikhsan dalam asuhan keperawataN akan melahirkan : (1) Niat yang Ikhlas, bahwa segala sesuatu diniatkan hanyalah kepada Allah semata, sehingga dengan keikhlasan yang bersih hanya kepada Allah akan memberikan barier (benteng) bagi pekerjaan kita agar tetap konsisten dalam garis-garis yang ditetapkan agama dan profesi. (2) Pekerjaan yang Rapih, senantiasa berorientasi kepada kualitas yang tinggi karena merasakan segala sesuatu berada dalam pengawasan Allah SWT. (3) Penyelesaian hasil yang baik, artinya setelah berbuat maksimal atas segala aktivitas, maka secara sunatullah melahirkan pekerjaan yang baik atau memiliki kualitas yang tinggi. Sehingga “ikhsan dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah menentukan mutu pelayanan”.

Dalam garis besarnya ikhsan ditetapan dalam hubungan dengan (1) Tuhan, sebagaimana dijelaskan pada ayat dan hadits diatas yang dapat diartikan suatu pengakuan atau manifestasi tentang kesyukuran manusia atas nikmat yang telah dilimpahkan Tuhan. (2) Sesama manusia, berbuat baik menurut islam mempunyai lingkup yang luas, tidak terbatas pada satu lingkungan, keturunan, ikatan keluarga, agama,suku, bangsa, sehingga ihsan itu sifatnya humanistis dan universal, ukurannya hanya satu sebagai ummat manusia. (3) Terhadap Mahluk lain selain manusia termasuk pada hewan dan lingkungan harus disayangi oleh manusia.
b. Perlakuan/perilaku dalam asuhan
Implementasi asuhan keperawatan selanjutnya adalah bagaimana penjabaran konsep “Caring” yang mendasari keperawatan Islam “Mummarid” yang telah diberikan contoh oleh Rasul dan sahabatnya adalah hubungan antar manusia ners-klien yang didasari keimanan dan ihsan, seorang perawat muslim dalam memberikan asuhan keperawatan Islami tentu harus berlandaskan pada keilmuannya, islam mementingkan professionalisme berpengetahuan dan keterampilan seperti Allah jelaskan pada :
“Amat besar kebencian disisi Allah-kamu, memperkatakan sesuatu yang kamu tidak melakukannya”.[QS Ash-Shaff:3]
“Maka bertanyalah kepada ahlinya bila kalian tidak mengetahuinya”.[QS An-Nahl:43]
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya : pendengaran, penglihatan, akal budi semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. [QS Al Israa : 36]
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang berilmu beberapa derajad….”[QS Al-Mujadillah ; 11]
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. [HR Bukhari]
Disamping dalam pelaksanaan asuhan keperawatan islam perawat harus bersikap Professional, dalam Islam adalah berahlaqul qarimah, sesuai tuntunan Rasul
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu….” [QS Al-Ahzab :21]
“Yang sebaik-baik manusia adalah yang paling baik ahlaknya [HR Thabrani]
Bebarapa contoh ahlak yang harus dimiliki seorang perawat muslim : Tulus Ikhlas, Ramah dan bermuka manis, Penyantun, Tenang, hati-hati dan tidak tergopoh-gopoh, sabar dan tidak lekas marah, bersih lahir batin, cermat dan teliti, memegang teguh rahasia, memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi. Dengan modal hal diatas seorang perawat dapat mencapai tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikannya.
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan tidak bisa bekerja sendiri tetapi memerlukan orang lain, apakah itu satu tim ataupun tim lain hal ini didasarkan pada konsep manusia dalam paradigma keperawatan islam ia adalah sebagai An-Nas (mahluk sosial) dan juga kerjasama dan kemitraan adalah perintah Allah (Q.S. Al-Maa-idah: 2), (QS Al Hujarat : 10).
c. Bimbingan/Tausiah
Manusia adalah mahluk mulia, Dengan kemuliaannya harus berbuat yang mula pula. Salah satu perbuatan mulia adalah mengikuti tujuan mengapa manusia diciptakan, tidak lain adalah mengabdi dan menyembah kepada Allah [QS Adz Dzariat: 56], kemuliaan lain adalah menegakkan agama Allah, perintah Allah dalam hal ini adalah seperti firmanNya:
“…Hendaklah ada segolongan diantara kamu yang menyuruh pada kebajikan dan mencegah yang munkar..” [QS Ali Imtan :104]
“Katakanlah, ini jalanku, aku dan pengikutku dengan sadar mendakwahkan kamu menuju Allah..”[QS Yusuf :108]
“Sampaikanlah apa-apa yang datang dariku meskipun hanya satu ayat (hadist)
Banyak lagi ayat-ayat yang menyeru kita untuk berdakwah, dalam konteks keperawatan islam maka perawat selain melakukan pekerjaan professionalnya maka perawat juga sebagai Da’I untuk dapat mengajak manusia (klien) dan lingkungannya menuju jalan Allah sehingga nilai spiritual yang terintegrasi dalam asuhan keperawatan akan dapat menyentu fitah manusia dan pada akhirnya mencapai tujuan hidup baik perawat ataupun klien.
Keluaran (Output)
Output yang daiharapkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan Islami adalah Qualitas asuhan, refleksi dari qualitas bagi semua (perawat dan Klien) adalah kepuasan
Seorang muslim akan merasa puas bila asuhan yang diterimanya dapat menyentuh fitrah manusia. Ftrah manusia dalam Alqur’an :
Sebagai Mahluk Mulia
“Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. [QS At Tiin :4]
“Dan sesungguhnya  Kami telah memuliakan anak-anak adam, kami angkut mereka didaratan dan lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan [QS Al Israa:70]
Asuhan keperawatan harus dapat menempatkan klien pada fitrah kemuliaannya, tidak ada satu manusiapun yang mau diposisikan lebih rendah dari kemulian manusia, oleh karena itu nilai humanisme yang diterima klien sangatlah berarti bagi pencapaian kesehatan yang sempurna seperti dijelaskan sebelumnya.
Sebagai mahluk Pengabdi
“Tidaklah Kujadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaKu [Adz Dzariat :56]
Sebagai hamba Allah maka manusia mempunyai hak untuk menyerahkan seluruh hidup dan matinya hanya untuk Allah, keluaran ini menjadi fokus dari asuhan keperawatan islami sehingga klien dapat beribadah dengan baik untuk menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah.
Sebagai mahluk yang Hanif
Fitrah manusia selalu untuk hanif (selalu ingin dalam kebaikan, lurus) terkadang tidak disadari oleh manusia bahwa hal tersebut adalah fitrahnya, sejahat-jahatnya manusia pasti mempunyai hanif sehingga fitrah ini harus dapat disentuh dalam pelaksanaan asuhan keperawatan syukur bila perawat dapat menyadarkan akan pentingnya fitrah hanif dalam hidup ini. Ayat-allah tentang hanif dapat disimak pada [QS Ar Ruum : 30], [QS An ‘aam :161], [QS Al Baqarah :135], [QS Ali Imran : 65], [QS An Nisaa: 125], [QS Yunus : 105].
Sebagai Mahluk yang merdeka
Allah menciptakan manusia ke muka bumi ini untuk menjadi khalifah yang memimpin, mengatur dan menyebarkan keadilan bagi sekitarnya. Tidak hanya itu Allah juga memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya, dan menjadikan manusia itu bebas berbuat sesuai dengan keinginannya apakah itu kebaikan atau kejahatan, hanya Allah telah menggariskan imbalan dari setiap tindakan manusia dimuka bumi. Allah berfirman.
“Dan katakanlah : “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir” Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang Zalim di neraka.”[QS Al Kahfi : 29]
Ayat itu Allah menjelaskan bahwa kebebasan memilih dan memutuskan sesuatu tentang diri manusia adalah adalah manusia itu sendiri sehingga fitra manusia disini adalah mempunyai kemerdekaan. Aspek penting dalam keperawatan Islam untuk dapat menghargai potensi klien untuk mencapai kebaikan dari dirinya sendiri, tetapi perawat juga dapat mengajak atau memberikan bimbingan kepada klien apabila keputusannya itu adalah tidak sesuai dengan Ajaran Islam maka Kemerdekaan menjadi orang yang beriman adalah menjadi sasaran asuhan keperawatan Islami.
Mahluk dengan nilai Individual dan sekaligus mahluk dengan nilai-nilai komunal
Allah berfirman :
“Hai Manusia, bertaqwalah kepada kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan Isterinya dan daripada keduanya memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. [QS An Nisaa : 1]
Dalam Ayat lain [QS Al Baqarah : 213] dan ditegaskan lagi [QS Yunus : 10] menunjukkan bahwa fitrah dalam diri manusia kadang-kadang selalu individual sehingga ada batas-batas yang tidak bisa diketahui orang lain, tidak membutuhkan orang lain, tetapi dilain waktu manusia sebagai mahluk sosial pasti tergantung pada orang lain dan lingkungan dan minta peltolongan. Asuhan keperawatan Islami harus dapat menyentuh fitrah ini pada saat yang tepat klien dalam situasi ingin sendiri (individual) dan saat membutuhkan orang laindan lingkungan sesuai dengan tuntunan Alqur’an.
Refleksi dari kepuasan akan fitrah manusia itu sebagai klien akan dalam ikhtiarnya untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan yang hakiki adalah bila klien sembuh maka akan timbul rasa Syukur (tasyakur), bila ada ketidak sempurnaan dalam kondisinya klien akan merasa Ridho, dan apabila dalam upaya ikhtiarnya tidak mendapatkan kemajuan bahkan lebih buruk maka ia tidak akan merasa kecewa dan marah tetapi sabar dan Tawaqal kepada Allah berserah diri pada apapun keputusan Allah dengan tetap dalam iman.
Pada akhirnya Outcome dari asuhan keperawatan Islam adalah untuk mencapai Ridho Allah “Mardhotillah” baik itu bagi klien maupun perawat sebagai sasaran akhir dari hidup manusia dimuka bumi ini.



KHATIMAH


Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu[QS [QS Al Baqarah : 208]
Islam mengandung ajaran yang mencakup semua aspek hidup dan kehidupan manusia termasuk didalammnya ajaran yang berkaitan dengan kesehatan jasmani, rohani, sosial, kultural dan spiritual. Pengamalan ajaran Islam dalam bidang kesehatan wajib dilaksanakan oleh umat sebagai perwujudan ibadahnya kepada Allah SWT dan sesama umat manusia, diantaranya melalui pelayanan/asuhan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Keperawatan sebagai bentuk layanan yang ditujukan bagi klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dilandasi oleh suatu keyakinan yang dibangun berdasarkan pandangannya yang kokoh yakni  paradigma keperawatan meliputi manusia-kemanusiaan, lingkungan, sehat-kesehatan dan keperawatan, yang kemudian disebut sebagai Paradigma Keperawatan Islam..
Asuhan keperawatan Islam adalah Integrasi nilai-nilai Islam yang bersumber pada Alqur’an dan Hadits, merupakan suatu sistem sehingga banyak faktor-faktor yang berpengaruh untuk keberhasilan asuhan sehingga mempengaruhi tujuan akhir dari pemberian asuhan keperawatan Islam. Dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan Islam selain perawat melaksanakan profesi keperawqatan yang merupakan manifestasi dari Ibadahnya maka asuhan perawtan Islam mempunyai nilai spiritual yang sangat tinggi karena merupakan sarana da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
Kepuasan terhadap asuhan keperawatan dalam pandangan keperawatan islam adalah dimana fitrah manusia dapat disentuh oleh asuhan keperawaatan yang diberikan sehingga merefleksikan rasa Syukur, ridho, sabar dan tawaqal terhadap pencapaian keberhasilan ikhtiar manusia. Apabila klien dan perawat sudah bisa merasakan itu maka akan dicapai tujuan hidup didunia ini adalah Mardhatillah.
Asuhan keperawaatan Islam dalam tataran nilai-nilai ini perlu dikembangkan pada konsep-konsep yang dapat menjadi acuan operasional perawat muslim sehingga semakin cepat dan semakin banyak kaum muslimin akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan keyakinan dan keimanannya yang pula merupakan fitrah manusia.
Upaya-upaya mengembangkan asuhan keperawatan Islami secara terus menerus dan simultan menjadi tanggung jawab muslim sebagai manifestasi dari hamba Allah (pengabdi) dalam menegakkan agama Allah, pengembangan tersebut secara komprehensif dan terintegrasi dan sistematis bersumber pada Alqur’an dan Hadits yang merupakan warisan Rasulullah kepada ummatnya.

www.rsi.co.id

Saat R Nuriana menjadi Gubernur Jawa Barat dan menyaksikan keberadaan pasen antara hidup, sembuh penyakit dan meninggal dunia tidak dideteksi secara medis spiritual, melainkan medis saja. "Upaya menjawab kegelisahan Nuriana) ini, maka lahirlah gagasan Perawat Rohani Islam yang diprakarsai Syukriadi Sambas dari Fakultas Dakwah UIN SGD Bandung" jelasnya.

Hal ini dibenarkan oleh Syukriadi Sambas dalam pemaparan sejarah berdirinya Warois, hingga terbentuknya Forum Warois Se-Jawa Barat, ungkapnya.

"Model Warois ini sekarang sudah ditiru dan dilaksanakan pemerintahan Sumatra Barat, sampai ke negara Malayasia. Kita perlu berbangga" tambahnya.

Namun, pergantian kepemimpinan menjadi kendala dalam menumbuhkan warois ini. Mudah-mudahan dengan diadakannya Diklat Warois ini menberikan semangat lebih dalam menyebarkan pentingnya Warois, tegasnya.

Kebutuhan spititual merupaakn kebutuhan yang sering ditemukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasainya. Tidak semua perawan mampu merespon kebutuhan tersebut karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memenuhu kebutuhan spiritual, kata Inggiane Puspita Dewi.

Pengkajian aspek spiritual ini harus meliputi empat konsep klien tentang Tuhan, sumber kekuatan (harapan), praktek religius dan hubungan antara keyakinan spititual dengan status kesehatan, ujarnya.

Lilis Satriah menambahkan pentingnya Warios ini melalui tahapan pengkajian, diantranya; Menyapa pasien, Memperkenalkan diri, Menanyakan identitas Pasien, Mengintervensi ruhan pasien, Mencatat semua temuan, memberikan layanan dasar"

Tindak lanjut perawat saat bimbingan doa, akhlak dam ibadah. Untuk konseling pada pasien, keluarga pasien. Terakhir evaluasi perkembangan pasien, jelasnya.

Dimata Isep Zaenal Arifin asuhan keperawatan spiritual harus bersifat; Pertama, Intuitif, Interpersonal. Kedua, Berpihak kepada kepentingan pasien. Ketiga, Ekspresi spiritual pasien, Perwat, Bidan. Keempat, Kesadaran tertinggi perawat terhadap realitas pasien. Kelima, Memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan khas. Keenam, Tidak dapat tergantikan oleh askep apa pun.

Mengacu pada 6 rumusan itu, maka pesien beragama islam akan lebih tepat diberi asuhan keperawatan spiritual berbasis agama islam. yaitu Asuhan keperawatan Spiritual Muslim. "Dengan diberikannya asuhan keperawatan muslim ini maka kebutuhan spiritual dan out come spitual pasien akan terpenuhi" harapnya.

Inilah pentingnya spiritual bagi perawat muslim, kata Aep Kusnawan [Ibn Ghifarie]

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Pentingnya+Spiritual+bagi+Perawat+Muslim&dn=20100303055335

Keperawatan menurut pandangan Islam

 
 
 
 
 
 
12 Votes
PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk dan struktur yang paling sempurna dibanding mahluk-mahluk lainnya (QS, 95:4). Hal ini dikarenakan manusia dikaruniai akal, dan dengan akal itulah manusia bisa bernalar dan mengembangkan peradaban. Dengan kelebihan potensi akal yang dimiliki manusia, manusia juga dibebani tugas yang lebih berat dibanding mahluk lainnya yaitu untuk beribadah kepada Allah sang Pencipta (QS, 51:56). Amanah ibadah yang diemban manusia adalah sebagai wakil Allah di muka bumi (khalifatul fil-ardy) dan sebagai pemelihara bumi (riayatul ardy). Tugas ini merupakan tugas yang berat, dan manusia akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Untuk menjalankan tugas yang berat manusia perlu mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya secara baik.
Selain akal, potensi manusia lainnya adalah fisik (jasad) dan ruuh. Ketiga komponen; fisik, ruuh, dan akal tersebut masing-masing memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar tercapai keseimbangan dalam hidup manusia. Orang yang cenderung hanya memperhatikan aspek fisik saja maka banyak yang terjebak pada kehidupan yang materialistik yang lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat kebendaan (materi) sebagai ukuran dari suatu keberhasilan. Disisi lain, yang mengutamakan akal atau pikiran pun akan terjebak pada rasionalisme yang hanya menerima sesuatu yang bisa dijangkau oleh akal pikirannya. Sehingga tidak jarang, kelompok ini tidak percaya adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Kelompok berikutnya yang lebih mengutamakan ruuh semata sehingga sampai pada kehidupan yang melepaskan dunia dan hanya mengejar ketenangan diri dengan berkontemplasi dan terhindar dari kehidupan masyarakat pada umumnya. Ajaran Islam menganjurkan agar ketida aspek tersebut dijalankan secara seimbang (tawazun), proporsional, dan harmonis. Agar tercapai keseimbangan yang harmonis antara fisik, akal, dan ruuh diperlukan pengenalan yang mendalam akan ketiga aspek tersebut dan selanjutnya adalah memberikan perawatan yang sesuai karakteristik dan kebutuhannya.
Perhatian terhadap kebutuhan spiritual telah dinyatakan secara eksplisit dalam kesepakatan lokakarya nasional keperawatan sejak tahun 1983. Namun jika dilihat penerapannya dalam asuhan keperawatan pada klien, maka kita akan kesulitan untuk mencari bukti-bukti otentik bagaimana pelayanan ini diberikan oleh para perawat. Disisi lain, jika dilihat dalam kurikulum pendidikan perawat di Indonesia, muatan aspek spiritual klien pun sedikit sekali bobotnya sehingga tidak mampu memberikan bekal yang memadai bagi para calon tenaga keperawatan. Hal ini nampaknya mungkin disebabkan karena minimnya referensi tentang keperawatan spiritual. Literature tentang keperawatan spiritual sebagian besar berdasar pada konteks budaya barat yang bersumber pada filosofi sekularistik. Sedangkan aspek spiritual seseorang banyak dipengaruhi oleh keyakinan, nilai-nilai, sosial, budaya, pengalaman, dan konteks masyarakat atau siatuasi krisis dimana orang itu berada.
Orang yang hidup dalam tataran budaya Sunda yang mayoritas beragama Islam, akan berbeda dalam memaknai spiritualnya dibanding dengan orang yang hidup dalam budaya lain dengan keyakinan yang berbeda. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan spiritual bersifat unik untuk setiap individu. Kondisi penyakit yang sedang diderita atau situasi kritis yang menimpa klien, akan berpengaruh terhadap persepsi pemenuhan kebutuhan spiritualnya. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memiliki kontak terlama dengan klien, perlu memahami bagaimana memberikan asuhan keperawatan spiritual klien sesuai dengan latar belakang sosial budaya dan nilai-nilai serta keyakinan klien.
SPIRITUAL DALAM LITERATURE KEPERAWATAN
Istilah spiritual berasal dari kata Latin; spiritus, spirit, yang berarti napas, udara, angin atau yang menyebabkan hidupnya seseorang (Dombeck, 1995). Spiritual merupakan sumber kekuatan vital yang memotivasi, mempengaruhi gaya hidup, perilaku, dan hubungan seseorang dengan yang lainnya (Goldberg, 1998). Konsep spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika menghadapi situasi krisis, stress emosiaonal, penyakit fisik atau kematian.
Dalam konteks budaya barat, tidak semua orang yang ingin mencari jati diri, pemberdayaan diri, dan aktualisasi diri harus melalui agama tertentu. Mereka bisa mencarinya melalui cara-cara lain. Menurut Wright (1999), spiritualitas dapat dilihat sebagai perpaduan nilai-nilai yang mempengaruhi proses interaksi seseorang dengan dunia sekitarnya, sedangkan agama merupakan jalan (dalam bentuk praktik ritual dan keyakinan) untuk menuju tuhan-tuhan yang diyakininya Dalam konsep ini, dapat dilihat adanya perbedaan antara konsep spiritualitas dan agama. Spiritual dipandang sebagai konsep yang lebih luas dibanding agama, karena orang yang tidak memeluk suatu agama pun pada dasarnya memiliki kebutuhan spiritual. Keyakinan spiritual tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan jiwa seseorang (Fowler dalam Kozier dkk., 1991).
Agar konsep spiritual ini bisa dikaji untuk merumuskan intervensi yang tepat, beberapa ilmuwan keperawatan menjabarkan konsep spiritual kedalam beberapa dimensi, seperti; Stool (dalam Taylor, 2002) membagi dimensi spiritual menjadi konsep tentang Tuhan, sumber kekuatan dan harapan, praktik keagamaan, hubungan antara keyakinan dengan praktik kesehatan, sedangkan Dossey (dalam Taylor, 2002), membagi dimensi spiritual menjadi makna dan tujuan hidup, kekuatan dari dalam, dan keterkaitan (interconnections). Dari dimensi-dimensi tersebut dikembangkan instrument untuk menilai atau mengkaji kondisi spiritual klien. Misalnya, ‘spiritual well-being scale’ yang dikembangkan oleh Ellison dan Palotzian (Kozier dkk, 1991), ‘spiritual assessment scale’ dari O’Brien (1989).
Hasil pengkajian spiritual akan membantu dalam memformulasikan diagnosa keperawatan spiritual yang relevan dengan kondisi klien. Beberapa diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan spiritual adalah ‘spiritual distress’ yang meliputi ‘spiritual pain, spiritual alienation, spiritual anxiety, spiritual guilt, spiritual anger, dan spiritual despair’ (O’Brien dalam Kozier dkk, 1991).
Penelitian pun terus dilakukan untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan spiritual. Beberapa intervensi yang disebut dalam literature diantaranya:
Mendengarkan aktif (Active listening)
Bibliotherapy (membaca buku-buku spiritual)
Mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berdoa
Menunjukan sikap penerimaan, menghargai, dan tidak menghakimi
Membangun hubungan saling percaya
Menunjukan sikap empati, peka, rendah hati, dan komitmen
Memfasilitasi ekspresi pikiran, perasaan
Memfasilitasi meditasi
Memfasilitasi praktik keagamaan
Memnggenggam tanga, sentuhan
Memberikan harapan, keyakinan
Mendengarkan musik
Menghadirkan diri
Merujuk pada petugas rohani
Komunikasi teapeutik
Klarifikasi nilai (terutama berhubungan dengan spiritual)
Meskipun konsep spiritualitas dalam keperawatan terus dikembangkan, namun dalam pelaksanaannya di klinis terdapat beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut diantaranya:
Faktor personal,
Perawat memandang kebutuhan spiritual pasien sebagai urusan  peribadi atau keluarga atau tanggungjawab pemuka agama (Ustad, Pastur, Pendeta) bukan tanggungjawab perawat
Perawat merasa malu, kurang percaya diri, dantidak nyaman dengan spiritualitasnya sendiri
Perawat merasa tidak merasa nyaman berhadapan dengan situasi yang menyebabkan spiritual distress seperti kematian, penderitaan, duka cita.
Faktor pengetahuan,
Perawat kurang cukup bekal pengetahuan tentang spiritualitas dan keyakinan agama yang berlainan
Perawat keliru mengartikan kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan psikososial
Perawat memiliki sedikit pengetahuan tentang spiritual dan perawatan spiritual
Masih terbatasnya kepustakaan dan riset tentang intervensi keperawatan spiritual
Faktor lingkungan/institusi/ dan situasi,
Tidak cukup waktu untuk memberikan perawatan spiritual karena harus merawat kebutuhan pasien lainnya
Kebijan institusi yang kurang mendukung, seperti tidak adanya SOP atau pedoman pelayanan spiritual
Kondisi lingkungan yang kurang kondusif untuk pemberian perawatan spiritual seperti tehnologi tinggi, bising, dan tidak terjaminnya privacy.
ISLAM DAN KESEHATAN SPIRITUAL
Islam adalah ad-diin yang universal mencakup seluruh aspek kehidupan. Para ulama memandang bahwa ajaran Islam memiliki tujun untuk memelihara lima hal utama yaitu agama, jiwa (nafs), akal, kehormatan (keturunan), dan kesehatan (Shihab, 1992). Islam memandang sehat dalam konteks yang menyeluruh (holistic sense), jika suatu bagian tubuh sakit maka bagian tubuh lainnya pun akan merasakan sakit. Komponen sehat yang baik tidak hanya sehat fisik (jasad), melainkan juga sehat mental (nafs), sosial, dan spiritual (ruuh). Bagi seorang muslim, sehat dipandang sebagai anugrah Allah yang harus disyukuri. Oleh karenanya, memelihara kesehatan merupakan amanah yang harus ditunaikan sebagai wujud syukur kepada Allah.
Kebanyakan manusia lebih memfokuskan perhatiannya pada aspek kesehatan fisik, dibanding aspek kesehatan lainnya, padahal kesehatan komponen lainnya sama pentingnya dengan kesehatan fisik bahkan dampaknya lebih berat ketimbang aspek fisik. Misalnya, sakit fisik atau jasad akan berakhir ketika    ajal tiba, namun ruhani yang sakit akan terbawa konsekuensinya sampai kehidupan akhirat. Dengan demikian kesehatan  ruhani sebenarnya merupakan esensi dari kesehatan hidup seseorang.
Istilah spiritual identik dengan istilah ruuh (ruhani) atau soul. Para Ulama Islam lebih merekomendasikan menggunakan istilah ruuh (ruhani) sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, ketimbang istilah spiritual atau soul yang berakar pada keyakinan Yahudi-Nashrani. Manusia dapat mengetahui hal-hal yang bersifat fisik-material dengan proses pengenalan melalui panca indra yang dimilikinya. Proses pengenalan ini melahirkan suatu pengetahuan tentang suatu fenomena fisik atau material. Untuk hal-hal yang immateri, seperti halnya ruuh, manusia tidak dapat mengandalkan panca indra karena proses pengindraan sangatlah terbatas. Hakikat yang sesungguhnya dari ruuh hanyalah Allah yang tahu, sebagaimana Allah SWT berfirman:
ويسءلونك عن الروحْ قلالروح من امرربيْ ومآاوتيتم مّن العلم الاّ قليلا
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruuh. Katakanlah; ruuh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit (QS 17:85)”.
Manusia tidak bisa mengetahui secara nyata bagaimana sebenarnya ruuh, cara yang terbaik untuk mengetahui ruuh ini adalah melalui wahyu atau informasi yang diberikan Allah, karena Allah yang menciptakan ruuh dan Allah lah yang mengetahui secara pasti hakikat ruuh tersebut. Ruuh dijelaskan oleh beberapa ulama sebagai substansi yang halus dari manusia, merupakan kebalikan jasad, bersifat tinggi, suci, memiliki daya. Menurut Al-ghazali, ruuh merupakan penggerak jasad yang mampu berfikir, mengingat, dan mengetahui. Ruuh inilah yang kelak akan diminta pertanggungjawaban dihadapan Allah.
Perkembangan Spiritual (Ruuh)
Dalam konsepsi Islam, ruuh ditiupkan kedalam janin yang dikandung oleh ibu ketika usia kehamilan mencapai 120 hari. Hal ini berdasar pada sebuah hadits:
“Sesungguhnya awal kejadian seseorang diantara kamu (yaitu sperma dan ovum) berkumpul dalam perut ibunya selama 40 malam, kemudian menjadi segumpal darah selama itu (juga), lalu menjadi segumpal daging selama itu (juga). Kemudian Allah mengutus malaikat; setelah Allah meniupkan ruuh kedalamnya, maka malaikat itu diperintahkan-Nya menulis empat kalimat, lalu malaikat itu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau sengsaranya (HR Bukhari dan Muslim)”
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya Ruuh (ciptaan-Nya) dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS 32:9)”
Dengan ditiupkannya ruuh, berarti kehidupan janin sudah dimulai. Ketika janin itu lahir menjadi seorang bayi, ruuh masih dalam keadaan fitrah, sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan:
“Setiap bayi yang terlahir itu dalam keadaan suci (fitrah), orangtuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi”
Kondisi fitrah sebenarnya merupakan kondisi dasar dari ruhani yang sehat. Fitrah seseorang adalah untuk mengabdi pada penciptanya, mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.  Dalam perkembangan selanjutnya fitrah ini bisa tercemari oleh perilaku-perilaku manusia akibat beriteraksi dengan lingkungan termasuk didalamnya unsur-unsur syaithoniah atau dorongan akan berbuat inkar terhadap pencipta-Nya. Islam diturunkan adalah untuk mengembalikan dan menjaga manusia agar tetap pada fitrahnya. Firman Allah SWT:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitral Allah, (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS 30:30)”
Dalam Al-Qur’an, ada beberapa istilah lain yang menurut para ulama memiliki esesnsi sama dengan ruuh, yaitu nafs (jiwa), dan qalb (hati) (Kasule, 2005). Nafs merupakan gabungan antara ruuh dan jasad, yang yang kedudukannya labil bisa cenderung pada kebaikan atau pada kejahatan. Allah SWT berfirman:
 “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah orang-orang yang mengotorinya (QS 91:7-10)”
 Ada tiga tingkatan nafs yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
Nafs ammarah yang lebih besar kecenderungannya pada hal yang buruk, hedonis, dan syahwat (QS 12:53). Sisi positif nafs ini adalah sebagai potensi untuk kehidupan biologis dan bertahan hidup di dunia
Nafs Lawwamah yang cenderung pada penyesalan diri tetapi belum dapat memperbaikinya, menyalahkan diri, penasaran, merasa lebih, tidak mudah percaya (QS 75:2). Sisi positif dari nafs ini adalah sebagai gerbang kesadaran dan taubat, pintu keyakinan dan optimisme.
Nafs Muthmainah (QS 89: 27-28), cenderung pada ketenangan, kedamaian, kepuasan dan keharmonisan diri. Tingkat ini merupakan tingkat perkembangan jiwa yang paling tinggi, karena sudah menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan akan kembali kepada Allah untuk menjalani kehidupan yang kekal di akhirat.
Selain nafs, hati pun dapat berubah-ubah kecenderungannya, bahkan dapat menjadi pusat (central) bagi bagian tubuh lainnya. Dalam sebuah hadits disebutkan :
“Dalam tubuh manusia, ada segumpal daging. Apabila baik daging tersebut, maka baiklah tubuhnya, dan apabila buruk daging tersebut, maka buruklah tubuhnya. Ketahuilah daging itu adalah hati (qolb)”
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa setiap anggota badan diciptakan untuk suatu fungsi tertentu, sedangkan sakitnya anggota badan menyebabkan tidak berfungsinya anggota badan tersebut atau terjadi ketidakstabilan. Hati secara dzahir memiliki fungsi tersendiri, namun tidak ada bukti ilmiah yang menyangkal bahwa hati juga memiliki fungsi spiritual. Fungsi spiritual hati adalah untuk mengenal Penciptanya, mencintai-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Ketika fungsi ini tidak berjalan, maka dapat dipastikan hati pun sedang dalam kondisi sakit. Manifestasi penyakit hati yang bisa dilihat dapat berupa; takabur dan sombong (al-kibr wa al-ghurur), ingin dipuji (al-riya), hasad, berburuk sangka, pemarah, bakhil, dan cinta dunia (kekuasaan, harta, jabatan, keluarga) melebihi cintanya kepada Allah.
ISLAM, HEALING, DAN CARING
Konsepsi Islam terhadap spiritualitas berbeda dengan konsepsi barat yang membedakan spiritual dengan agama. Dalam pandangan Islam, aspek spiritual dan agama (ad-diin) tidak dapat dipisahkan. Konsep ad-diin merupakan payung dari spiritualitas. Dalam konteks Islam, tidak ada spiritualitas tanpa keyakinan, ajaran, dan amal agama. Agama merupakan sistem hidup (way of life) yang memberikan jalan spiritual untuk keselamatan dunia dan akhirat (Rassool, 2000). Seorang muslim tidak mungkin mencapai derajat spiritual yang tinggi tanpa menjalankan agamanya secara benar. Menurut Kasule (2005), hal ini bisa dijelaskan melalui tiga dasar pokok agama (usul ad-diin) yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Islam berarti penyerahan diri kepada Sang Pencipta, merupakan tahap awal dan bersifat dzahir (bisa dilihat), selanjutnya tahap yang lebih tinggi yaitu Iman yang merupakan sikap bathiniah/hati. Ihsan merupakan tingkat tertinggi dari keyakinan seorang muslim yang merupakan perpaduan antara keyakinan dan amal perbuatan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:
“Ihsan itu adalah beribadahlah kamu kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu”
Menurut para ulama, ihsan inilah merupakan kondisi tertinggi dari keyakinan spiritual. Seorang muhsin, haruslah ia beriman, seorang mu’min haruslah dia Islam, tapi tidak semua muslim beriman, apalagi sampai pada tahap ihsan.
Islam sebagai Diin yang komprehensif (syamil dan muttakamil) meliputi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk juga sehat dan kesembuhan. Islam memberikan tuntunan bagaimana mencapai kesembuhan yang hakiki ketika ditimpa sakit. Allah SWT berfirman:
“dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (QS 26:80)”
Sehat dan sakit bagi seorang muslim bisa dipandang sebagai ujian atau kifarat bagi dosa-dosa yang telah dilakukan, dan semua yang terjadi tidak luput dari kehendak Allah SWT. Sehingga dalam mencari kesembuhan pun harus dengan cara-cara yang diridhai Allah SWT, karena hakikat kesembuhan adalah dari Allah SWT. Dokter, perawat, petugas kesehatan, obat, dan pihak lainnya hanyalah perantara (instrument) bagi kesembuhan dari Allah. Healing berbeda dengan Cure atau Recovery. Cure dan recovery lebih menekankan pada penyebuhan dan pemulihan fisik seseorang setelah mengalami sakit. Healing lebih mengacu pada proses pemulihan fungsi kehidupan secara totalitas dan holistik dari individu setelah mengalami suatu penyakit atau stress. Healing bukan hanya meliputi aspek fisik tapi juga aspek emosional, sosial, kultural, dan spiritual. Sehingga dalam konsepsi Islam, healing ini bisa dipandang sebagai upaya dakwah yang menyeru serta membimbing manusia kejalan Allah dengan hikmah (ilmu) dan cara-cara yang baik, hingga manusia tersebut mengingkari dari thagut dan beriman kepada Allah yang mengeluarkan dari kegelepan jahiliyah ke cahaya Islam. Oleh karenanya perawat ruhani Islam, pada hakikatnya juga seorang da’i yang yang membantu proses penyembuhan secara totalitas baik pada tingkat individu maupun masyarakat.
Aspek ‘caring’ yang menurut Watson diartikan sebagai kesadaran penuh perawat untuk membangun hubungan professional perawat-klien yang terapetik yang meliputi unsur-unsur ‘trust, touch, presence, love, compassion, empathy, dan competence’. Dalam konteks Islam, membangun hubungan ‘caring’ dengan klien harus didasarkan pada nas atau ayat yang diturunkan Allah SWT. Dalam hal ini, berarti segala aktvitas pelayanan kepada klien didasarkan pada niat yang ikhlas untuk semata-mata beribadah kepada Allah, bukan hanya hubungan kontrak professional yang bersifat jasa atau komersial. Caring merupakan manifestasi fitrah (wujud asli) dari refleksi terhadap kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya yang mengajarkan menyayangi yang lemah, membesarkan hati yang sedang menderita sakit, serta menyelamatkan kehidupan dan tidak berbuat kerusakan. Sehingga caring dalam pandangan Islam adalah keinginan untuk bertanggungjawab, sensitif, sadar akan niat dan perbuatan untuk beristiqomah di jalan yang benar untuk mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat (Rassool, 2000).
PERAWATAN SPIRITUAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Perawatan spiritual atau ruhani dalam pandangan para ulama Islam merupakan proses berkelanjutan sepanjang kehidupan manusia. Islam mengajarkan bagaimana manusia menjalani kehidupan dari mulai menyiapkan generasi penerus yang masih berupa janin didalam kandungan, kemudian lahir sebagai seorang bayi, menjadi anak, dan tumbuh menjadi dewasa, sampai menjelang ajal tiba. Dengan melaksanakan ajaran Islam secara totalitas sesuai tuntunan Qur’an dan Sunnah Rasul, maka manfaat yang diperoleh adalah diantaranya terpeliharanya kesehatan baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Mengingat manusia pada awalnya dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka tujuan perawatan spiritual Islam adalah bagaimana mengembalikan manusia kedalam fitrahnya agar bisa mengenal Tuhannya, melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Namun, kerena kehidupan manusia tidaklah steril dari kotoran atau penyakit, maka metoda yang dianjurkan para ulama dalam menjaga kefitrahan diri dalah dengan melakukan penyucian jiwa (Tazkiyat an-nafs). Tazkiyah merupakan dasar untuk peningkatan dan pengembangan keperibadian. Tazkiyah juga merupakan proses panjang, proaktif, perjuangan yang sulit dalam mengembalikan kedudukan manusia kedalam kontrak semula antara mahluk dan Khalik (Allah). Allah SWT berfirman:
“…..Dan barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya ia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri, Dan kepada Allahlah tempat kembali (QS 35:18)”
Memperbaiki, dan meneguhkan akidah, ibadah, menghindari hal-hal yang dilarang, senantiasa mengingat kekuasaan Yang Maha Pencipta, dan mentafakuri segala ciptaan Allah, merupakan jalan tazkiyah yang dapat meningkatkan kepribadian, berahkak kharimah, asertif, dan percaya diri. Hidup ditengah-tengan lingkungan yang sarat dengan nilai kebenaran dan keshalihan sangat diperlukan untuk memotivasi penyucian jiwa. Islam adalah agama amal, mencapai tazkiyah pun melalui amal perbuatan yang nyata.
Dalam kondisi seseorang sedang ditimpa musibah berupa sakit, maka Islam memberikan bimbingan bagaimana mensikapi sakit dengan senatiasa berhusnudzan kepada Allah, berserah diri kepada Allah, mengingat Allah (dizkr), sabar, berdo’a dan berupaya dengan jalan yang diridhai Allah. Perawat yang sehari-hari merawat klien yang sakit sangat berperan dalam memberikan bimbingan ruhani sesuai batas kemampuan atau berupaya memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ruhiyah bagi pasien yang sedang sakit. Beberapa  intervensi yang bisa dikembangkan oleh perawat dalam membantu memenuhi kebutuhan ruhiyah kliennya adalah diantaranya dengan mengucapkan salam kepada klien, menunjukan sikap ramah, kasih saying, perhatian, mendo’akan klien, memberikan tausiah, meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan klien, memfasilitasi kegitan ibadah klien, menghadirkan petugas kerohanian, memberikan bimbingan sakaratul maut, serta menata kondisi lingkungan yang kondusif untuk terpenuhinya kebutuhan ruhiyah klien.  
PENUTUP
Pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan fitrah insani bagi semua orang, tidak hanya bagi mereka yang beragama, namun juga pada mereka yang tidak secara resmi berafiliasi pada aagama tertentu. Mengingat kebutuhan spiritual bersifat uniq dan intangible (abstrak), maka sangat besar adanya perbedaan cara pandang bagi berbagai individu atau kelompok masyarakat. Bagi klien muslim, kebutuhan spiritual hendaknya dipenuhi dalam konteks ajaran Islam yang tidak memisahkan aspek agama dengan aspek spiritual. Dengan demikian, tidak semua paradigma perawatan spiritual yang dikemukakan dalam literature bisa diterapkan kepada klien, namun perlu untuk disesuaikan dengan latar belakang budaya, nilai-nilai, keyakinan, agama, serta kondiri klien yang kita rawat. Bagi perawat muslim sendiri, nampaknya perlu menggali lebih dalam bagaimana konsep perawatan spiritual yang islami serta penerapannya dalam asuhan keperawatan. Wallahu’alam bishawab.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (2004). Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV Penerbit 3-Art
Elizabeth Johnson Taylor. (2002). Spiritual Care, Nursing Theory, Research, and Practice. Prentice Hall: New Jersey
G. Golberg. (1998). Connection: an exploration of spirituality in nursing care. Journal of Advanced Nursing; 27, 836-842
G. Hussein Rassool. (2000). The Crescent and Islam : Healing, Nursing and The Spiritual Dimension. Some Considerations Toward An Understanding of The Islamic Perspectives On Caring. Journal of Advanced Nursing; 32(6), 1476-1484
H. Isep Zainal Arifin. (2004). Terapi Rohani Islam Sebagai Alternatif  Pengobatan. Makalah. Tidak dipublikasikan
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. (1994). Sistem Kedokteran Nabi, diterjemahkan oleh HS Agil Husin Al Munawar dan Abd. Rahman Umar. Semarang: Dina Utama Semarang
B.Kozier, G. Erb, R. Oliveri. (1991). Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice. California: Addison Wesley
M.B. Dombeck. (1995). Dream-telling: A maens of spiritual awareness. Holistic Nursing Practice. 9(2), 37-47
M. Quraish Shihab. (1992). Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Muzammil H. Siddiqi. (2003). Spiritual Diseases : Remedy. Islam Dialogue. Available in http://www.islamonline.net
Omar Hasan Kasule. (2005). Spiritual, Ruuh, Nafs, Qolb, and Care in Islamic Perspective. Personal correspondence. 
Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa. (2005). Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tahmid. Jakarta: Robbani Press

http://keperawatanreligionhannifahfitriani.wordpress.com/2010/12/09/keperawatan-menurut-pandangan-islam/